Sunday, March 16, 2014

Inferno Bab 35 (terjemahan Indonesia)



BAB 35

PADA SUATU WAKTU, Hall Lima Ratus merupakan ruangan terbesar di dunia. Dibangun pada 1494 untuk menyediakan ruang pertemuan bagi seluruh Consiglio Maggiore – Anggota Dewan republik yang tepat beranggotakan lima ratus orang – yang mana ruangan itu mengambil namanya. Beberapa tahun kemudian, atas permintaan Cosimo I, ruangan tersebut direnovasi dan diperlebar. Cosimo I, lelaki paling berkuasa di Italia, memilih Giorgio Vasari sebagai mandor dan arsitek proyek.
Dalam sebuah pengecualian gabungan permesinan, Vasari mengangkat atap aslinya dengan kokoh dan membiarkan cahaya alami mengalir melalui jendela-jendela kecil tinggi di atas pintu di seluruh empat sisi ruangan, menghasilkan sebuah ruang pamer elegan untuk beberapa desain, patung, dan lukisan terbaik Florence.
Bagi Langdon, selalu lantai ruangan itu yang pertama kali menarik matanya, dengan segera memberitahukan bahwa bukanlah tempat yang biasa. Lantai kayu merah bata dilapisi dengan kisi-kisi hitam, memberikan bentangan udara padat, dalam, dan seimbang seluas dua belas ribu kaki kuadrat.
Langdon mengangkat matanya perlahan ke sisi jauh ruangan, dimana enam patung dinamik – The Labors of Hercules – memanjang di dinding seperti ruas-ruas tentara. Dengan sengaja Langdon mengabaikan Hercules and Diomedes yang acap kali terfitnah, yang tubuh telanjangnya terkunci dalam sebuah pertandingan gulat yang terlihat janggal, yang melibatkan “cengkeraman penis” kreatif yang selalu membuat Langdon jijik.
Jauh lebih mudah dilihat adalah Genius of Victory karya Michelangelo, yang berdiri di sisi kanan, mendominasi relung sentral di dinding selatan. Dengan tinggi hampir enam kaki, patung ini dimaksudkan sebagai makam Paus Julius II yang ultrakonservatif – Il Papa Terribile – imbalan yang selalu Langdon pikir ironis, mempertimbangkan sikap Vatikan dalam homoseksualitas. Patung itu menggambarkan Tommaso dei Cavalieri, lelaki muda yang dicintai Michelangelo di seluruh hidupnya dan orang yang dibuatkan lebih dari tiga ratus soneta.
“Aku tidak percaya aku tidak pernah di sini,” Sienna berbisik di sampingnya, suaranya tiba-tiba tenang dan hormat. “Ini … cantik.”
Langdon mengangguk, mengingat kunjungan pertamanya ke tempat ini – pada kesempatan konser musik klasik spektakuler yang melibatkan pianis kenamaan dunia Mariele Keymel. Meskipun hall utama sebenarnya ditujukan untuk pertemuan politik pribadi dan audiensi dengan grand duke, saat ini lebih umum melibatkan musisi terkenal, dosen, dan pesta makan malam – dari sejarawan seni Maurizio Seracini hingga pesta pembukaan hitam dan putih Museum Gucci yang bertabur bintang. Langdon kadang bertanya-tanya bagaimana perasaan Cosimo I tentang berbagi hall pribadi sederhana dengan para CEO dan para model.
Langdon sekarang mengangkat pandangannya ke mural yang sangat besar yang menghiasi dinding. Sejarah uniknya termasuk percobaan teknik lukis yang gagal oleh Leonardo da Vinci, yang menghasilkan sebuah “mahakarya yang meleleh”. Juga ada “pamer kekuatan” artistik yang dikepalai oleh Piero Soderini dan Machiavelli, yang bertanding satu sama lain melawan dua raksasa Renaissance – Michelangelo dan Leonardo – memerintahkan mereka untuk membuat mural di dinding yang berseberangan dalam ruangan yang sama.
Meskipun begitu, hari ini Langdon lebih tertarik pada salah satu keanehan sejarah yang lain dari ruangan itu.
Cerca trova.
“Yang mana karya Vasari?” tanya Sienna, memindai mural.
“Hampir semuanya,” jawab Langdon, mengetahui bahwa sebagai bagian renovasi ruangan, Vasari dan asistennya melukis ulang hampir semua yang ada di dalamnya, dari mural dinding yang asli hingga tiga puluh sembilan panel tersembunyi yang menghiasi langit-langit “menggantung” terkenalnya.
“Tapi mural itu yang di sana,” kata Langdon, menunjuk mural di kanan jauh mereka, “adalah yang kita datangi untuk dilihat – Battle of Marciano karya Vasari.”
Konfontrasi militer besar-besaran – sepanjang lima puluh lima kaki dan lebih dari bangunan tiga lantai. Disuguhkan dalam bayangan kemerahan coklat dan hijau – pemandangan sengit tentara, kuda, tombak, dan bendera semuanya berbenturan di sebuah padang rumput lereng bukit.
“Vasari, Vasari,” bisik Sienna. “Dan yang tersembunyi di suatu tempat di sana adalah pesan rahasianya?”
Langdon mengangguk saat dia menyipitkan mata ke arah atas mural yang sangat besar, berusaha menemukan bendera perang hijau di mana Vasari melukiskan pesan misteriusnya – CERCA TROVA. “Hampir tidak mungkin melihat dari bawah sini tanpa teropong,” ujar Langdon, menunjuk, “tapi di atas bagian tengah, jika kamu melihat di bawah dua rumah petani di lereng bukit, ada bendera hijau kecil yang miring dan –”
“Aku melihatnya!” ucap Sienna, menunjuk kuadran kanan atas, tepat di titik yang benar.
Langdon berharap dia memiliki mata yang lebih muda.
Kedua orang itu berjalan mendekat ke mural yang menjulang, dan Langdon memandang keindahannya. Akhirnya, mereka di sini. Satu-satunya masalah sekarang adalah Langdon tidak yakin mengapa mereka di sini. Dia berdiri diam untuk waktu yang lumayan lama, menatap detail dari mahakarya Vasari.
Jika aku gagal … semuanya mati.
Pintu berderit di belakang mereka, dan pengurus gedung dengan kain pel melongok ke dalam, terlihat tidak yakin. Sienna melambaikan tangan ramah. Pengurus gedung itu mengamati mereka sesaat dan kemudian menutup pintu.
“Kita tidak punya banyak waktu, Robert,” desak Sienna. “Kamu perlu berpikir. Apakah lukisan ini menngingatkanmu akan sesuatu? Suatu kenangan?”
Langdon meneliti suasana perang yang semrawut di atas mereka.
Kebenaran hanya dapat dilihat melalui mata kematian.
Langdon terpikir mungkin pada mural tersebut ada sesosok mayat dengan mata mati menatap kosong menuju petunjuk lainnya dalam lukisan … atau mungkin bahkan ke suatu tempat di dalam ruangan itu. Sayangnya, sekarang Langdon melihat lusinan mayat di mural, tak satupun yang pantas diperhatikan secara khusus dan tak satupun dengan mata mati yang terarah ke suatu tempat secara khusus.
Kebenaran hanya dapat dilihat melalui mata kematian.
Langdon berusaha membayangkan garis penghubung dari satu mayat ke mayat lainnya, berharap sebuah bentuk akan muncul, tapi dia tidak melihat apapun.
Kepala Langdon berdenyut lagi saat dengan kalut menyelami kedalaman ingatannya. Suatu tempat di bawah sana, suara wanita berambut perak terus berbisik. Cari dan kamu akan temukan.
“Temukan apa?!” Langdon ingin berteriak.
Dia memaksakan diri untuk menutup matanya dan menghembuskan nafas perlahan. Dia memutar bahunya beberapa kali dan berusaha untuk membebaskan diri dari semua pikiran yang membingungkan, berharap mengetuk insting keberaniannya.
Very sorry.
Vasari.
Cerca trova.
Kebenaran hanya dapat dilihat melalui mata kematian.
Nyalinya berkata, tanpa keraguan, bahwa dia berdiri di lokasi yang benar. Dan sementara dia belum yakin mengapa, dia memiliki perasaan yang berbeda bahwa dia tidak jauh dari menemukan apa yang mereka cari di sini.

Agen Bruder menatap kosong pada pantalon beludru merah dan tunik di lemari pajang di hadapannya dan mengutuk di bawah nafasnya. Tim SRS-nya telah mencari di seluruh galeri kostum, dan Langdon serta Sienna Brooks tidak ditemukan di manapun.
Surveillance and Response Support, pikirnya marah. Sejak kapan seorang profesor perguruan tinggi mengelak dari SRS? Kemana gerangan mereka pergi!
“Semua pintu keluar telah disegel,” salah satu anak buahnya bersikeras. “Satu-satunya kemungkinan adalah mereka masih dalam taman.”
Ketika ini terlihat logis, Bruder memiliki sensasi yang mendalam bahwa Langdon dan Sienna Brooks telah menemukan jalan keluar lain.
“Biarkan drone mengudara kembali,” bentak Bruder. “Dan beritahu polisi lokal untuk memperluas area pencarian di luar dinding.” Sialan!
Saat anak buahnya bergerak, Bruder meraih teleponnya dan memanggil orang yang berwenang. “Ini Bruder,” ucapnya. “Saya takut kita mendapatkan masalah serius. Beberapa masalah sebetulnya.”



22 comments:

  1. makasih, kak :)

    ReplyDelete
  2. asik banget.... trims banget yah mbak.
    btw, ditunggu lanjutannya... :)

    ReplyDelete
  3. thanks sobat
    ^_^
    berjuanglah sampai akhir chapter..

    ReplyDelete
  4. Subhanallah, terimakasih sekalii anda mau translate sampai sejauh ini. Saya tunggu terus lanjutannya. Semangaaatt!!

    ReplyDelete
  5. kereeeennn.....!
    udah sampe bab 20 nih....moga2 bab 35 sampai tamat terjemahannya tersedia segera :)
    makasi ya mbak, very proud of you

    ReplyDelete
  6. yuhuuuu...yg puna blog mana nih udah hampir 3 bln ngga hadir? :)
    ditunggu lanjutannya yaa

    ReplyDelete
  7. kok berhenti gan? lanjut dong...

    ReplyDelete
  8. lanjut...lanjut...lanjut

    ReplyDelete
  9. Ditunggu lanjutan nya sist..
    Trims,.

    ReplyDelete
  10. Wah, makasih atas terjemahannya, kami selalu menunggu lanjutannya mbak

    ReplyDelete
  11. Kaka keren banget, ditunggu ya lanjutannya, makasih <33333

    ReplyDelete
  12. next please...good job kakak

    ReplyDelete
  13. tekun banget... postingannya bermanfaat sekali...

    ReplyDelete
  14. Terima kasih...
    Menerjemahkan novel inferno sejauh ini sangat luar biasa

    ReplyDelete
  15. thanks for translate version. big hug

    ReplyDelete
  16. http://pexaholic.blogspot.com/2014/11/inferno-terjemahan-indonesia-bab-36.html
    silakan baca lanjutannya di link di atas... :)

    ReplyDelete
  17. http://pexaholic.blogspot.com/2014/11/inferno-terjemahan-indonesia-bab-36.html

    ReplyDelete
  18. Sangat terinspirasi dengan terjemahannya...
    Lanjutin doonnggg....

    ReplyDelete
  19. Inferno Bab 37 klik DI SINI

    (http://pexaholic.blogspot.com)

    ReplyDelete