Wednesday, January 7, 2015

Inferno Bab 37 (terjemahan Indonesia)



BAB 37

“SAYA HAMPIR TIDAK mengenali Anda, Profesor!” wanita itu berbicara tak terkendali dalam bahasa Inggris beraksen kental saat mendekati Langdon. “Baju Anda,” Dia tersenyum dan memberikan anggukan apresiatif pada pakaian Brioni Langdon. “Sangat bergaya. Anda terlihat menyerupai orang Italia.”
Mulut Langdon menjadi sekering tulang, tapi dia menyunggingkan senyuman sopan ketika wanita itu bergabung dengannya. “Selamat … pagi,” sapanya. “Bagaimana kabarmu?”
Wanita itu tertawa, memegangi perutnya. “Capek. Catalina kecil menendang-nendang sepanjang malam.” Wanita itu menatap sekeliling ruangan, terlihat bingung. “Il Duomino tidak menyebutkan Anda akan kembali lagi hari ini. Saya kira beliau bersama Anda?”
Il Duomino? Langdon tidak mengerti siapa yang sedang dia bicarakan.
Wanita itu kentara sekali melihat kebingungan Langdon dan terkekeh menenangkan. “Tak apa, setiap orang di Florence memanggilnya dengan panggilan itu. Beliau tidak keberatan.” Dia menatap ke sekeliling. “Apakah beliau mengijinkan Anda masuk?”
“Ya,” ucap Sienna, datang dari seberang hall, “tapi beliau sedang ada meeting pagi. Beliau bilang bahwa Anda tak akan keberatan jika kami tinggal untuk melihat-lihat.” Sienna mengulurkan tangannya denga antusias. “Saya Sienna. Adik Robert.”
Wanita itu menjabat tangan Sienna dengan resmi. “Marta Alvarez. Kamu begitu beruntung – mempunyai Profesor Langdon sebagai pemandu pribadi.”
“Ya,” Sienna gembira, dengan jelas menyembunyikan  putaran matanya. “Dia sangat pandai!”
Ada jeda janggal saat wanita itu mempelajari Sienna. “Lucu,” ujarnya, “Aku tidak melihat adanya kemiripan sama sekali. Kecuali mungkin tinggi badanmu.”
Langdon merasakan adanya tabrakan kereta yang akan terjadi. Sekarang atau tidak sama sekali.
“Marta,” sela Langdon, berharap dia telah mendengar namanya dengan benar. “Maaf merepotkanmu, tapi, baiklah … kupikir kamu mungkin dapat membayangkan mengapa aku ada di sini.”
“Sebetulnya, tidak,” jawabnya, matanya menyipit. “Sepanjang hidupku tak bisa kubayangkan apa yang akan kalian lakukan di sini.”
Denyut nadi Langdon semakin cepat, dan diikuti kesunyian yang janggal, dia sadar taruhannya hampir jatuh dan terbakar. Tiba-tiba  Marta tersenyum lebar dan tertawa keras.
“Profesor, saya bercanda! Tentu saja saya dapat menebak kenapa Anda kembali. Sejujurnya, saya tidak tahu mengapa Anda menemukannya dengan begitu terpesona, tapi semenjak Anda dan il Duomino menghabiskan hampir satu jam di sana semalam, saya mengira Anda datang kembali untuk menunjukkannya pada adikmu?”
“Benar …” aturnya. “Tepat sekali. Aku akan menunjukkan pada Sienna, jika … tidak merepotkan?”
Marta menatap balkon lantai dua dan mengangkat bahu. “Tidak masalah. Mari ke sana sekarang.”
Jantung Langdon berdebar ketika dia melihat balkon lantai dua di belakang hall. Aku di sana semalam? Dia tak ingat apapun. Balkon itu, dia tahu, sebagai tambahan  pada ketinggian yang sama dengan kata cerca trova, juga sebagai pintu masuk ke museum palazzo, yang pernah Langdon kunjungi ketika dia di sini.
Marta hampir memimpin mereka menyeberangi hall, ketika dia berhenti, seolah-olah mempunyai pikiran kedua. “Sebenarnya, Profesor, apa Anda yakin kita tidak bisa menemukan sesuatu yang sedikit tidak suram untuk ditunjukkan pada adikmu tercinta?”
Langdon tidak tahu bagaimana untuk merespon.
“Kita akan melihat sesuatu yang suram?” tanya Sienna. “Apa itu? Dia tidak bilang padaku.”
Marta tersenyum segan dan menatap Langdon. “Profesor, apakah Anda ingin saya memberitahu adikmu tentang itu, atau akan Anda lakukan sendiri?”
Langdon hampir terlonjak pada peluang itu. “Tanpa maksud apapun, Marta, mengapa tidak kamu beritahukan padanya semua tentang itu.”
Marta berbalik pada Sienna, sekarang berbicara dengan sangat pelan. “Aku tidak tahu apa yang kakakmu telah bicarakan padamu, tapi kita akan naik ke museum untuk melihat sebuang topeng yang sangat tidak biasa.”
Mata Sienna sedikit melebar. “Topeng apa? Salah satu topeng plague jelek yang dipakai pada Karnaval?”
“Tebakan bagus,” ucap Marta, “tapi bukan, itu bukan topeng plague. Itu adalah topeng yang jauh berbeda. Itu disebut topeng kematian.”
Helaan nafas Langdon dapat terdengarnya, dan Marta memandang marah padanya, rupanya berpikir Langdon terlalu mendramatisir dengan tujuan menakut-nakuti adiknya.
“Jangan dengarkan kakakmu,” katanya. “Topeng kematian merupakan praktik yang sangat umum pada tahun 1500an. Pada dasarnya itu hanyalah cetakan gips muka seseorang, diambil beberapa saat setelah orang tersebut meninggal.”
Topeng kematian. Langdon merasakan kejelasan untuk pertama kalinya semenjak terbangun di Florence. Inferno Dante … cerca trova … Melihat melalui mata kematian. Topeng!
Sienna bertanya, “Muka siapa yang digunakan untuk mencetak topeng itu?”
Langdon meletakkan tangannya di bahu Sienna dan menjawab setenang mungkin. “Pujangga Italia terkenal. Namanya Dante Alighieri.”

No comments:

Post a Comment